Minggu, 13 Maret 2011

AUDIT EXPECTATION GAP di INDONESIA


Nasrullah Djamil, SE, M.Si, Akt
UIN SUSKA Riau

ABSTRACT


           The main purpose of this study was to investigate whether an audit expectations gap in Indonesia. Audit expectations gap will be tested between auditors and investors, auditors with the bankers, and auditors with management in Indonesia.
          This study is an empirical research about perceptions, which compares the perception of the auditor with other users on responsibility, reliability, and decision usefulness.
          The sampling technique in this study use a random sampling technique and techniques in data collection using a questionnaire to 563 respondents (177 auditors, 96 bankers, 123 investors, and 163 management).
              Hypothesis testing using different test Independent T-Test to examine differences in perceptions between auditors with other users. From the results of hypothesis testing, shows that the hypothesis was accepted which means there has been an audit expectations gap in Indonesia.

Keywords:    Audit expectation gap, responsibility, reliability, and decision usefulness.

 1.      Latar Belakang Masalah

 1.1.   Pendahuluan
Akuntan publik merupakan profesi yang lahir dan besar dari tuntutan publik akan adanya mekanisme komunikasi independen antara entitas ekonomi dengan para stakeholders. Sejalan dengan tujuan akuntansi, salah satu pekerjaan auditor adalah menyediakan informasi yang berguna bagi pengambilan keputusan mengenai alokasi sumber daya. Menurut Imam Ghozali dan Ivan (2006), profesi auditor sedikit berbeda dengan profesi lainnya seperti pengacara atau dokter. Pengacara atau dokter, sebagai pihak pertama, bekerja untuk kepentingan klien sebagai pihak kedua yang merupakan pihak pemohon jasa. Auditor bukan saja dituntut untuk melayani klien (pihak kedua), tetapi terutama dituntut untuk melayani masyarakat (pihak ketiga). Tanggung jawab utama auditor justru bukan pada klien sebagai pemohon jasa, akan tetapi kepada pihak ketiga. Hal ini merupakan karakteristik unik profesi auditor. Adanya tugas tersebut tidak serta merta menempatkan auditor pada posisi yang nyaman. Jika pihak eksternal tersebut memiliki kepentingan yang berbeda, auditor dapat berada dalam posisi yang sulit. Pertimbangan motif ekonomi bagi klien dan etika bagi masyarakat mendorong auditor untuk tidak dapat memainkan perannya secara optimal
Akibat tidak optimalnya peran auditor tersebut, pemakai jasa audit menyalahkan auditor atas kegagalan audit dan skandal keuangan yang terjadi. Boynton et al. (2002) menyatakan bahwa kegagalan audit dan skandal keuangan yang sering terjadi banyak disebabkan oleh tidak dilaksanakannya prosedur audit yang penting atau tidak dievaluasinya bukti-bukti audit dengan benar dan adanya keterbatasan yang melekat di dalam audit laporan keuangan itu sendiri.
Isu yang berkembang di BAPEPAM saat ini adalah kepercayaan publik atau pemakai jasa audit terhadap akuntan publik sudah mencapai titik terendah. Contohnya di Indonesia seperti hasil peer review yang dilakukan oleh BPKP terhadap 10 Kantor Akuntan Publik (KAP) yang melakukan audit terhadap 37 bank bermasalah untuk tahun buku 1995, 1996, 1997.  Peer review tersebut berdasarkan SK Menkeu No. 472/KMK.01.017/1999 pada tanggal 4 Oktober 1999 (Media Akuntansi, 2001). Data-data peer review tersebut kemudian diolah oleh Indonesian Corruption Watch (ICW) dan menyimpulkan bahwa telah terjadi kolusi antara pihak bank dengan KAP yang mengauditnya. Hal itu bisa dilihat dari kondisi bank yang bobrok akan tetapi opini yang diberikan adalah opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), dan di kemudian hari bank tersebut tiba-tiba mengalami kerugian.
Atas kasus tersebut di atas, Ahmadi Hadibroto menyatakan bahwa telah terjadi kesenjangan harapan audit karena telah terjadi salah persepsi antara tugas yang dikerjakan auditor dengan persepsi ICW yang mempersepsikan seolah olah auditor independen dapat bertindak seperti detektif. Ahmadi menyatakan bahwa persoalan salah atau benarnya akuntan dalam melakukan tugasnya, tolok ukurnya tidak sesederhana seperti apa yang dikemukakan ICW tersebut. Banyak persoalan yang bisa dijadikan tolok ukur, hal ini karena kompleksnya pekerjaan auditor. Seperti diketahui dalam menjalankan tugasnya auditor menerima penugasan dari klein, dan penugasan itu sifatnya berbeda-beda Biasanya, kebanyakan penugasan dari klien kepada auditor hanya penugasan audit umum (general audit), bukan management audit ataupun special audit. Dalam Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) jelas disebutkan bahwa tujuan audit umum adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran dalam semua hal yang material mengenai posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas serta arus kas sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum. (Media Akuntansi, 2001).
Fenomena perbedaan persepsi tentang tanggung jawab auditor di atas, menggambarkan bahwa telah terjadi kesenjangan harapan audit antara ICW (pemakai jasa audit) dengan auditor. Fenomena kesenjangan harapan audit ini telah banyak diteliti oleh peneliti yang meneliti tentang keberadaan kesenjangan harapan audit ini seperti penelitian Humprey et al. (1993), Gay dan Schelluch (1993) di Australia, Best et al. (2001) di Singapura, Fadzly dan Ahmed (2004) di Malaysia, Dixon et al. (2006) di Mesir. Peneliti-peneliti tersebut menyatakan bahwa kesenjangan harapan audit dapat diukur dalam tiga dimensi (faktor) yaitu : 1) tanggung jawab auditor dalam mendeteksi, menemukan dan melaporkan kekeliruan dan ketidakberesan, terutama kecurangan (responsibility), 2) keandalan dari laporan keuangan yang telah diaudit (reliability), 3) kegunaan laporan keuangan yang telah diaudit dalam pengambilan keputusan (decision usefulness). Hasil dari penelitian tersebut di atas menunjukkan bahwa di masing-masing negara tersebut terdapat kesenjangan harapan audit antara auditor dengan pemakai  jasa audit.
Pada dasarnya metode penelitian dalam penelitian ini hampir sama dengan metode penelitian Dixon et al. (2006) di Mesir, akan tetapi ada beberapa perbedaan metode penelitian dalam penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Sehubungan dengan situasi di atas, maka penelitian ini mencoba untuk meneliti persepsi auditor dan pemakai jasa audit tentang faktor-faktor penyebab timbulnya kesenjangan harapan di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari apakah memang terjadi kesenjangan harapan audit antara kelompok auditor, bankir, investor, dan manajemen di Indonesia.

1.2.      Perumusan Masalah

Masalah yang diteliti selanjutnya dapat dirumuskan dalam bentuk beberapa pertanyaan penelitian :
1. Apakah terdapat perbedaan persepsi antara auditor dengan bankir, auditor dengan investor, dan auditor dengan manajemen tentang tanggung jawab auditor.
2. Apakah terdapat perbedaan persepsi antara auditor dengan bankir, auditor dengan investor, dan auditor dengan manajemen tentang keandalan laporan keuangan auditan.
3. Apakah terdapat perbedaan persepsi antara auditor dengan bankir, auditor dengan investor, dan auditor dengan manajemen tentang kegunaan laporan keuangan auditan.

1.3.      Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1.  Secara umum, menguji secara empiris keberadaan  kesenjangan  harapan  audit antara auditor dengan bankir, auditor dengan investor, dan auditor dengan manajemen di Indonesia.
2.  Secara khusus :
a) menguji secara empiris perbedaan persepsi antara auditor dengan bankir tentang tanggung jawab, keandalan, dan kegunaan laporan keuangan auditan.
b) menguji secara empiris perbedaan persepsi antara auditor dengan investor tentang tanggung jawab, keandalan, dan kegunaan laporan keuangan auditan.
c)  menguji secara empiris perbedaan persepsi antara auditor dengan manajemen tentang tanggung jawab, keandalan, dan kegunaan laporan keuangan auditan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi pengembangan teori  dibidang Akuntansi Keperilakuan, dapat memberikan kontribusi dalam penelitian perilaku auditor.
2. Bagi praktek pada akuntan publik, sesuai dengan hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa telah terjadi kesenjangan harapan audit di Indonesia. Oleh karena itu maka diharapkan kepada auditor dalam bekerja harus sesuai dengan Standar Perilaku Profesional Akuntan Publik yang telah di tetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
3.  Bagi Kompartemen Akuntan Publik, sesuai dengan hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa telah terjadi kesenjangan harapan audit di Indonesia.  Oleh karena itu diharapkan kepada Kompartemen Akuntan Publik, agar hasil penelitian ini dapat sebagai bahan masukan dan pertimbangan.

2. Telaah Teori dan Pengembangan Hipotesis

2.1. Teori Persepsi
Robins (1996) mendefinisikan persepsi adalah proses dari seseorang dalam memahami lingkungannya yang melibatkan pengorganisasian dan penafsiran dalam suatu pengalaman psikologis. Teori ini termasuk dalam teori psikologi individu, perbedaan persepsi masing-masing individu mengenai situasi kerja akan berpengaruh pada produktivitas. M. Dimyati Mahmud (1990) menyatakan bahwa dalam ilmu psikologi pengertian persepsi adalah menafsirkan stimulus yang telah ada dalam otak. Meskipun alat untuk menerima stimulus itu serupa pada setiap individu, tetapi interpretasinya bisa berbeda-beda. Untuk menggambarkan persepsi tentang audit, yaitu tentang peran dan tanggung jawab auditor, pada setiap individu ataupun kelompok mempunyai interpretasi yang berbeda-beda.
Robbins (1996) secara implisit menyatakan bahwa persepsi satu individu terhadap satu obyek sangat mungkin memiliki perbedaan dengan persepsi individu yang lain terhadap obyek yang sama.

2.2. Kesenjangan Harapan Audit (Audit Expectation Gap)
Pengertian kesenjangan harapan audit sangat bervariasi antar peneliti, Shaikh dan Talha (2003) menyatakan bahwa kesenjangan harapan audit adalah perbedaan antara apa yang dipercayai oleh publik dan pemakai jasa audit tentang tanggung jawab auditor, dengan apa yang dipercayai auditor tentang tanggung jawab dalam pekerjaannya. Monroe dan Woodliff (1993) menyatakan pengertian kesenjangan harapan audit adalah perbedaan dalam kepercayaan antara auditor dengan pemakai jasa audit tentang tugas dan tanggung jawab auditor dan informasi yang disampaikan auditor dalam laporan auditnya. Jenning et al. (1993) dalam penelitiannya menyatakan bahwa expectation gap merupakan perbedaan antara apa yang diharapkan publik dari profesi audit dan apa sesungguhnya pekerjaan audit itu. Porter (1993) mengadakan penelitian empiris tentang kesenjangan harapan audit, dan mendefenisikan kesenjangan harapan audit sebagai kesenjangan antara harapan masyarakat tentang auditor dan kinerja auditor.
Porter membagi kesenjangan harapan audit dalam dua komponen yaitu :
a.  Reasonableness Gap, yaitu kesenjangan antara apa yang diharapkan pemakai jasa audit tentang apa yang dilakukan auditor dan apa yang dikerjakan auditor.
b.  Performance Gap, yaitu kesenjangan kinerja antara apa yang diharapkan pemakai jasa audit dan apa yang diharapkan auditor tentang pekerjaannya.
Dixon et al. (2006) menyatakan perbedaan antara apa yang diharapkan oleh pemakai jasa audit dari profesi akuntan, dan apa yang yang sesungguhnya dilakukan oleh profesi akuntan tersebut, itulah yang disebut sebagai kesenjangan harapan audit. Profesi akuntan berpendapat bahwa salah satu penyebab terjadinya kesenjangan harapan audit adalah kegagalan pemakai jasa audit dalam menilai atau menghargai sifat dan keterbatasan audit. Humprey et al. (1993) menyusun suatu literatur tentang pengenalan dan defenisi umum dari kesenjangan harapan audit. Ia menyatakan bahwa para pemakai jasa audit mengaharapkan kepada auditor untuk : 1) melakukan audit dengan kompetensi tekhnis, integritas, independen, dan obyektif, 2) mencari dan mendeteksi salah saji material, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, 3) mencegah diterbitkannya laporan keuangan yang menyesatkan. Sebagian masyarakat dan pemakai jasa audit berkesimpulan bahwa harapan-harapan di atas tidak akan terpenuhi, sehingga timbul apa yang disebut dengan kesenjangan harapan audit.
Fenomena kesenjangan harapan audit ini telah banyak diteliti oleh peneliti yang meneliti tentang keberadaan kesenjangan harapan audit ini seperti penelitian Humprey et al. (1993), Gay dan Schelluch (1993) di Australia, Best et al. (2001) di Singapura, Fadzly dan Ahmed (2004) di Malaysia, Dixon et al. (2006) di Mesir. Peneliti-peneliti tersebut menyatakan bahwa kesenjangan harapan audit dapat diukur dalam tiga dimensi (faktor) yaitu : 1) tanggung jawab auditor (responsibility), 2) keandalan dari laporan keuangan yang telah diaudit (reliability), 3) kegunaan laporan keuangan yang telah diaudit dalam pengambilan keputusan (decision usefulness).

2.3. Pengembangan Hipotesis

1.       Kesenjangan harapan audit antara auditor dengan bankir
Innes dan Lyon (1994), Almer dan Brody (2002), dan Guy (2002)  menyatakan bahwa bagi pihak bank (bankir) sangat membutuhkan informasi yang handal untuk mengambil keputusan untuk pemberian pinjaman. Oleh karena itu bankir menuntut kepada auditor agar dapat mengaudit laporan keuangan secara detail dan bisa menemukan kecurangan yang terjadi dalam perusahaan.
Berdasarkan konsep dan hasil penelitian sebelumnya, maka penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai berikut :
 
  • Terdapat perbedaan persepsi antara auditor dengan bankir tentang tanggung jawab terhadap laporan audit.
  • Terdapat perbedaan persepsi antara auditor dengan bankir tentang keandalan terhadap laporan  audit.
  • Terdapat perbedaan persepsi antara auditor dengan bankir tentang kegunaan laporan audit.
2. Kesenjangan harapan audit antara auditor dengan investor
Shaikh dan Talha (2003) menyatakan bahwa pihak pemegang saham (investor) memerlukan informasi untuk membuat keputusan pembelian dan penjualan saham secara tepat dan untuk menilai pengelolaan dana yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Oleh karena itu investor menuntut kepada auditor agar dapat mengaudit laporan keuangan secara detail dan bisa menemukan kecurangan yang terjadi dalam perusahaan.
Berdasarkan konsep dan hasil penelitian sebelumnya, maka penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai berikut :
 
  • Terdapat perbedaan persepsi antara auditor dengan investor tentang tanggung jawab terhadap laporan audit.
  • Terdapat perbedaan persepsi antara auditor dengan investor tentang keandalan terhadap laporan  audit.
  • Terdapat perbedaan persepsi antara auditor dengan investor tentang kegunaan laporan audit.

3. Kesenjangan harapan audit antara auditor dengan investor
Guy (2002) menyatakan bahwa manajemen membutuhkan informasi keuangan yang handal untuk membuat keputusan. Biasanya ada tujuan tertentu yang diinginkan oleh manajemen yaitu untuk mendapatkan unqualified opinion, sehingga kinerja dari perusahaan yang dikendalikannya dapat dikatakan baik, dan bagi perusahaan yang go publik hal itu dapat meningkatkan nilai sahamnya di pasar modal.
Berdasarkan konsep dan hasil penelitian sebelumnya, maka penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai berikut :
 
  • Terdapat perbedaan persepsi antara auditor dengan manajemen tentang tanggung jawab terhadap laporan audit.
  • Terdapat perbedaan persepsi antara auditor dengan manajemen tentang keandalan terhadap laporan  audit.
  • Terdapat perbedaan persepsi antara auditor dengan manajemen tentang kegunaan laporan audit.

3. Metode Penelitian
3.1. Populasi dan Teknik pengambilan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah : pertama, auditor yang juga sebagai pimpinan Kantor Akuntan Publik (KAP) yang terdaftar di Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan juga terdaftar di Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) pada bulan Januari 2007. Kedua, bankir yang terdiri dari direktur, manager analis kredit, dan manager akuntansi yang bekerja pada bank yang terdaftar di Bank Indonesia dan juga terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada bulan Januari 2007. Ketiga, investor yang terdaftar di BAPEPAM pada bulan Januari 2007 yang berbentuk badan (perusahaan), yang ditujukan pada direkturnya. Keempat manajemen, yaitu direktur dan manajer akuntansi bekerja pada perusahaan yang terdaftar di BEJ pada bulan Januari 2007.
Teknik penentuan sampel untuk kelompok auditor, investor dalam penelitian ini adalah random sampling dengan menggunakan tabel random isaac. Dimana nanti akan dilakukan pengambilan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi kemudian dimasukkan kedalam tabel random, yang prosesnya dilakukan dengan menggunakan tabel bilangan random. Prosesnya penentuan sampel dimulai dari pembentukan tabel dengan memuat nama-nama sampel, kemudian nama-nama sampel tersebut dipilih secara random serta disusun ke dalam suatu tabel. Sedangkan teknik penentuan sampel untuk kelompok manajemen menggunkan metode sensus.

3.2. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel
a.  Tanggung jawab Auditor (Auditors Responsibilities)
Untuk mengukur variabel ini, peneliti menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Gay dan Schelluch (1993), Best et al. (2001), Fadzly dan Ahmed (2004), Dixon et al. (2006).  Instrumen tersebut digunakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya. Setiap responden diminta untuk menjawab 7 pertanyaan untuk mengukur tanggung jawab auditor, dan diminta untuk memilih dengan menggunakan skala likert 1 poin sampai 7 poin. Arti skala tersebut adalah skala 1 (rendah) menunjukkan bahwa auditor tidak bertangungjawab, dan skala 7 (tinggi) menunjukkan auditor mempunyai tanggung jawab.

b. Keandalan Laporan Keuangan Auditan (Reliability of Audit and Audited t.Financial Statement)
Untuk mengukur variabel ini, peneliti menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Gay dan Schelluch (1993) di Australia, Best et al. (2001) di Singapura, Fadzly dan Ahmed (2004) di Malaysia, Dixon et al. (2006) di Mesir.  Setiap responden diminta untuk menjawab 6 pertanyaan untuk mengukur keandalan laporan keuangan auditan dengan menggunakan skala likert 1 poin sampai 7 poin. Dimana skala 1 sebagai skala rendah sampai skala 7 sebagai skala tinggi. Arti skala tersebut adalah skala 1 (rendah) menunjukkan bahwa menunjukkan laporan keuangan auditan tidak handal, dan skala 7 (tinggi) menunjukkan laporan keuangan auditan sudah handal.
c. Kegunaan Laporan Keuangan Auditan (Decision Usefulness)
Variabel ini adalah laporan keuangan auditan berguna dalam proses memonitor kinerja perusahaan, laporan keuangan auditan berguna dalam proses pengambilan keputusan, laporan keuangan auditan dapat memberikan sudut pandang yang benar dan wajar bagi pemakainya. Untuk mengukur variabel ini, peneliti menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Gay dan Schelluch (1993) di Australia, Best et al. (2001) di Singapura, Fadzly dan Ahmed (2004) di Malaysia, Dixon et al. (2006) di Mesir. Setiap responden diminta untuk menjawab 3 pertanyaan untuk mengukur kegunaan laporan keuangan auditan, dan diminta untuk memilih dengan menggunakan skala likert 1 poin sampai 7 poin. Arti skala tersebut adalah skala 1 (rendah) menunjukkan bahwa menunjukkan laporan keuangan tidak berguna, dan skala 7 (tinggi) menunjukkan laporan keuangan auditan berguna.

4. Teknik Analisa Data dan Hasil Penelitian
4.1. Teknik Analisa Data
Perumusan hipotesis dalam penelitian ini, dapat dilihat pada rumus dibawah ini : 
1.        Ha1 = Ha2 = Ha3 : m#  m2
2.        Ha4 = Ha5 = Ha6 : m#  m3
3.        Ha7 = Ha8 = Ha9 : m#  m     
yang mana :
         m1               = rata-rata persepsi auditor
         m2                   = rata-rata persepsi bankir
         m3                   = rata-rata persepsi investor
         m4                   = rata-rata persepsi manajemen 

 
4.2.  Hasil Penelitian

1.  Kesenjangan Harapan Audit antara Auditor dengan Bankir
a.  Tanggung jawab Auditor (Responsibility)
Untuk tanggung jawab auditor (responsibility), oleh karena probabilitasnya sebesar 0,00 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik kedua rata-rata (mean) berbeda siginifikan antara responden auditor dengan responden bankir. Dari hasil pengujian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Ha1 diterima.

b.  Keandalan Laporan Keuangan Auditan (Reliability)
Jadi untuk keandalan laporan keuangan auditan (reliability), oleh karena probabilitasnya sebesar 0,02 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik kedua rata-rata (mean) berbeda siginifikan antara responden auditor dengan responden bankir.Dari hasil pengujian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Ha2 diterima.

c. Kegunaan Laporan Keuangan Auditan (Decision Usefulness)
Untuk kegunaan laporan keuangan auditan (decision usefulness), oleh karena probabilitasnya sebesar 0,00 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik kedua rata-rata (mean) berbeda siginifikan antara responden auditor dengan responden bankir. Dari hasil pengujian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Ha3 diterima.

2. Kesenjangan Harapan Audit antara Auditor dengan Investor
a. Tanggung jawab Auditor (Responsibility)
Oleh karena probabilitasnya sebesar 0,00 < 0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa secara statistik kedua rata-rata (mean) berbeda siginifikan antara responden auditor dengan responden investor. Dari hasil pengujian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Ha4 diterima.

b) Keandalan Laporan Keuangan Auditan (Reliability)
Untuk keandalan laporan keuangan auditan (reliability), oleh karena probabilitasnya sebesar 0,00 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik kedua rata-rata (mean) berbeda siginifikan antara responden auditor dengan responden investor. Dari hasil pengujian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Ha5 diterima.

c) Kegunaan Laporan Keuangan Auditan (Decision Usefulness)
Oleh karena probabilitasnya sebesar  0,00 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik kedua rata-rata (mean) berbeda siginifikan antara responden auditor dengan responden investor. Dari hasil pengujian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Ha6 diterima.

3. Kesenjangan Harapan Audit antara Auditor dengan Manajemen
a) Tanggung jawab Auditor (Responsibility)
Oleh karena probabilitasnya sebesar 0,00 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik kedua rata-rata (mean) berbeda siginifikan antara responden auditor dengan responden manajemen. Dari hasil pengujian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Ha7 diterima.

b) Keandalan Laporan Keuangan Auditan (Reliability)
Oleh karena probabilitasnya sebesar 0,00 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa kedua varian adalah tidak sama dan harus menggunakan asumsi equal variances  not assumed sebesar -13,90 dengan probabilitas signifikansi sebesar 0,00 (two tail). Jadi untuk faktor keandalan laporan keuangan auditan (reliability), oleh karena probabilitasnya sebesar 0,00 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik kedua rata-rata (mean) berbeda siginifikan antara responden auditor dengan responden manajemen. Dari hasil pengujian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Ha8 diterima.

c) Kegunaan Laporan Keuangan Auditan (Decision Usefulness)
Oleh karena probabilitasnya sebesar 0,00 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik kedua rata-rata (mean) berbeda siginifikan antara responden auditor dengan responden manajemen. Dari hasil pengujian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Ha9 diterima.

4.3. Pembahasan
1. Kesenjangan Harapan Audit antara Auditor dengan Bankir
Dari uji hipotesis yang telah dilakukan, mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara kelompok reponden auditor dengan responden bankir tentang faktor tanggung jawab (responsibility), keandalan (reliability), dan kegunaan laporan keuangan auditan (decision usefulness) yang merupakan faktor penyebab terjadinya audit kesenjangan harapan audit.
Hasil uji hipotesis ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fadzly dan Ahmed (2004) di Malaysia. Menurut mereka ditemukan adanya kesenjangan harapan audit (audit expectation gap) yang signifikan antara auditor dengan pemakai jasa audit.

2. Kesenjangan Harapan Audit antara Auditor dengan Investor
Dari uji hipotesis yang telah dilakukan, mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara kelompok reponden auditor dengan responden investor tentang faktor tanggung jawab (responsibility), keandalan (reliability), dan kegunaan laporan keuangan auditan (decision usefulness) yang merupakan faktor penyebab terjadinya audit kesenjangan harapan audit.
Hasil uji hipotesis ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fadzly dan Ahmed (2004) di Malaysia. Menurut mereka ditemukan adanya kesenjangan harapan audit (audit expectation gap) yang signifikan antara auditor dengan pemakai jasa audit.

3.  Kesenjangan Harapan Audit antara Auditor dengan Manajemen
Dari uji hipotesis yang telah dilakukan, mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara kelompok reponden auditor dengan responden manajemen tentang faktor tanggung jawab (responsibility), keandalan (reliability), dan kegunaan laporan keuangan auditan (decision usefulness) yang merupakan faktor penyebab terjadinya audit kesenjangan harapan audit.
Hasil uji hipotesis ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fadzly dan Ahmed (2004) di Malaysia. Menurut mereka ditemukan adanya kesenjangan harapan audit (audit expectation gap) yang signifikan antara auditor dengan pemakai jasa audit.

5. Kesimpulan, Keterbatasan, dan Saran
5.1. Kesimpulan
 Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa telah terjadi audit expectation gap antara auditor dengan bankir, investor, dan manajemen. Hal ini dibuktikan dengan penerimaan hipotesis 1, hipotesis 2, hipotesis 3, hipotesis 4, hipotesis 5, hipotesis 6, hipotesis 7, hipotesis 8, dan hipotesis 9, yang menyatakan ada perbedaan persepsi antara auditor dengan bankir, auditor dengan investor, dan auditor dengan manajemen tentang faktor tanggung jawab auditor dalam mendeteksi, menemukan dan melaporkan kekeliruan dan ketidakberesan, terutama kecurangan (responsibility), keandalan dari laporan keuangan yang telah diaudit (reliability), kegunaan laporan keuangan yang telah diaudit dalam pengambilan keputusan (decision usefulness).

5.2. Keterbatasan
Sebagai  sebuah  penelitian   survey,    penelitian ini juga mempunyai keterbatasan. Keterbatasan tersebut antara lain :
a.  Keakuratan jawaban pengisian kuesioner. Karena penelitian ini menggunakan metode mail survey, maka peneliti tidak bisa mengontrol jawaban responden.  Mungkin saja responden tidak menjawab sejujurnya butir pertanyaan dalam kuesioner, atau mungkin saja orang yang mengisi kuesioner tersebut bukan merupakan sampel yang diinginkan peneliti.
b. Latar belakang responden dengan kualifikasi non akuntansi, akan dapat memberikan pengurangan pemahaman tentang tanggung jawab auditor. 

5.3. Saran
Atas dasar kesimpulan dan keterbatasan di atas, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut :
a.  Untuk meningkatkan keakuratan pengisian kuesioner, sebaiknya penelitian selanjutnya menggunakan metode selain metode mail survey. Metode tersebut seperti metode eksperimen atau metode wawancara.
b. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, dapat disimpulkan bahwa telah terjadi kesenjangan harapan audit di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan penyamaan persepsi antara auditor dengan pemakai jasa audit (bankir, investor, dan manajemen) agar dapat meminimalisasi kesenjangan harapan audit tersebut. Adapun bentuk penyamaan persepsi tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan pelatihan ataupun seminar-seminar tentang peran, tanggung jawab auditor, kebutuhan, dan harapan pemakai jasa audit.
c.  Untuk mendapatkan hasil empirik yang lebih kuat, penelitian ini perlu dikembangkan lebih jauh lagi dengan menambahkan variabel faktor penyebab kesenjangan harapan audit yang lain.
d. Selain itu, penelitian ini perlu diuji lagi dengan responden yang berbeda dan memperbesar jumlah sampel penelitian. Seperti responden pemerintah, apakah ada kesenjangan harapan audit antara pemerintah dengan auditor.


DAFTAR PUSTAKA

AICPA, 1992, Treadway Commission, Report of the National Commission on Fraudulent Financial Reporting, AICPA, New York, October, p. 13.
Abdul Halim. 2003. Auditing (Dasar-dasar Audit Laporan Keuangan), Edisi Ketiga. Yogyakarta :  UPP AMP YKPN.
Al Haryono Jusuf, 2001, Auditing (Pengauditan), Buku Satu, Cetakan Pertama, Penerbit STIE-YKPN, Yogyakarta.
Almer, E.D. and Brody, R.G., 2002, “An empirical investigation of context-dependent communications between auditors and bankers”, Managerial Auditing Journal, Vol. 17, No. 8, pp. 478-86.
American Institute of Certified Public Accountants (AICPA), 1992, “Statement of position regarding mandatory rotation audit firms of publicly held companies”, SEC Practice Section, Division for CPA Firms.
Arifin Sabeni, Peranan Akuntan dalam menegakkan prinsip Good Corporate Governance, Pidato pengukuhan, Semarang, BP UNDIP.
Best, P.J., Buckby, S. and Tan, C., 2001, “Evidence of the audit expectation gap in Singapore”, Managerial Auditing Journal, Vol. 16 No. 3, pp. 134-44.
Boynton, William C., Johnson, Walter G. Kell & Ray Johnson. 2002. Modern Auditing, 7th Edition. New York :  John Willey Sons Inc.
Dewing, I.P. and Russell, P.O., 2002, “UK fund managers, audit regulation and the new accountancy foundation: towards a narrowing of the audit expectation gap”, Managerial Auditing Journal, Vol. 17 No. 9, pp. 537-45.
Dixon, R., A.D. Woodhead, 2006, “An Investigation of the expectation gap in Egypt”, Managerial Auditing Journal, Vol. 21 No. 3, pp. 293-902.
Epstein, M.J. and Geiger, M.A., 1994, “Investors views of audit assurance: recent evidence of the expectation gap”, Journal of Accountancy, Vol. 177 No. 1, pp. 60-4.
Fadzly, M.N. and Ahmed, Z., 2004, “Audit expectation gap: the case of Malaysia”, Managerial Auditing Journal, Vol. 19 No. 7, pp. 897-915.
Frank, K.E., Lowe, J.D. and Smith, J.K., 2001, “The expectation gap: perceptual differences between auditors, jurors and students”, Managerial Auditing Journal, Vol. 16 No. 3, pp. 145-9.
Gay, G.E. and Schelluch, P., 1993, “The impact of the long-form audit report on users’ perceptions of the auditor’s role”, Australian Accounting Review, Vol. 3 No. 2, pp. 1 11.
Gay, G., Schelluch, P. and Baines, A., 1998, “Perceptions of messages conveyed by review and audit reports”, Accounting, Auditing & Accountability Journal, Vol. 11 No. 4, pp. 472-94.
Godsell, D., 1992, “Legal liability and the audit expectation gap”, Singapore Accountant, Vol. 8, pp. 25-8.
Guy D., J. Sullivan, 1998, The expectation gap auditing standards, Journal of Accountancy, 165, pp. 36-46.
Guy, Dan M., C. Wayne Alderman, Alan J. Winters, 2002, Auditing, Penerbit Erlangga, alih bahasa Sugiyarto, Jakarta.
Humphrey, C., Moizer, P. and Turley, S., 1993, “The audit expectation gap in Britain: an empirical investigation”, Accounting & Business Research, Vol. 23 No. 91A, pp. 359-411.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2002, Standar Profesional Akuntan Publik. Cetakan Ketiga, Yogyakarta,  Penerbit YKPN.
Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik, 2006, Direktori  Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik, Jakarta,  IAI KAP.
Imam Ghozali dan Bambang Supomo, 2000, Metodologi Penelitian. Bahan kuliah Program Studi Magister Akuntansi Universitas Diponegoro (tidak dipublikasikan).
Imam Ghozali. 2005. Aplikasi Analisi Multivariate dengan Program SPSS. Edisi 3. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
Imam Ghozali dan Ivan Aries Setiawan. 2006. Akuntansi Keperilakuan : Konsep dan kajian empiris perilaku akuntan. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang
Innes, J. and Lyon, R.A., 1994, ``A simulated lending decision with external management audit reports'', Accounting, Auditing & Accountability, Vol. 7 No. 4.
Iqbal Hasan, 2002, Pokok-pokok materi Metodelogi Penelitian, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.
Jennings, M., Kneer, D.C. and Reckers, P.M., 1993, “The significance of audit decision aids and pre-case jurist’s attitude on perceptions of audit firm culpability and liability”, Contemporary Accounting Research, Vol. 9 No. 2, pp. 489-507.
Kaplan, Robert M., 2004. “The Mother of All Conflicts : Auditors and their clients”, Journal of Corporation Law,
       Kelly, A. and Mohrweis, L., 1989, “Banker’s and investors’ perception of the 
                 auditor’s  role in financial statement reporting: the impact of SAS No. 
                 58”,  Auditing: A Journal of Practice & Theory, Vol. 9, pp. 87-97.
Koh, H.C. and Woo, E., 1998, “The expectation gap in auditing”, Managerial Auditing Journal, Vol. 13 No. 3, pp. 147-54.
Lowe, D.J., 1994, “The expectation gap in the legal system: perception differences between auditors and judges”, Journal of Applied Business Research, Vol. 10, pp. 39-44.
Maccarrone, E.T., 1993, “Using the expectation gap to close the legal gap”, CPA Journal, Vol. 63, pp. 10-16.
Media Akuntansi,  2001, Mengukur Kesalahan Akuntan, Edisi 18, Juni, Tahun VIII.
Media Akuntansi , 2003, Kewajiban Hukum (Legal Liability) Auditor terhadap Publik Pasar Modal, Edisi 35, Tahun X..
Moh. Nazir, 2004, Metode Penelitian, Jakarta, Ghalia.
Monroe, G.S. and Woodliff, D., 1993, “The effect of education on the audit expectation gap”, Accounting and Finance, Vol. 33.
Mudrajad Kuncoro, 2003, Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi: Bagaimana Meneliti & Menulis Tesis?, Jakarta, Erlangga.
M. Dimyati Mahmud. 1990, Psikologi suatu pengantar, BPFE, Yogyakarta.
M. Sudradjat Sw, 2002, Metode Penarikan Sampel dan Penyusunan Skala, Bandung, Diktat Kuliah.
Pusat Pembinaan & Pengembangan Bahasa. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cetakan Ke-4. Jakarta : Balai Pustaka.
Porter, B., 1993, “An empirical study of the audit expectation-performance gap”, Accounting & Business Research, Vol. 24 No. 93, pp. 49-68.
Robins, Stephen P., 1996, Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi, Edisi Bahasa Indonesia, Penerbit PT. Prenhalindo, Jakarta.
Schelluch, P., 1996, “Long-form audit report massages: further implications for the audit expectation gap”, Accounting Research Journal, Vol. 9 No. 1, pp. 48-55.
       Scott.W.R., 1997, Financial Accounting Theory, Prentice-Hall, New Jersey.
         Sekaran, Uma, 2003, Research Methods For Business: A Skill-Building Approach. 4th Edition, New York, John Wiley & Sons Inc.
 Shaikh. Junaid M., Mohammad  Talha, 2003, “Credibility and expectation gap in reporting on uncertainties”, Managerial Auditing Journal, Vol. 18 No. 7, pp. 517-529.
 Singgih Santoso. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: Elex Media Komputindo.
 Sudirman Said. 2002. Enron dan Akuntan Publik, Majalah Tempo, No. 49/XXX, Pebruari.
 Sugiyono, 2005, Metode Penelitian Bisnis, Bandung, Alfabeta.
 Wollf, F.M., James, A.T. and Gregory, A., 1999, “Audit disaster futures: antidotes for the expectation gap”, Managerial Auditing Journal, Vol. 14 No. 9, pp. 468-78.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar